Pada zaman sekarang ini, ternyata masih ada orang-orang yang peduli akan alam ini. Mereka adalah warga Dusun Tangkil, Muntilan. Atas bimbingan dari Romo Suprihadi Pr dan Romo V Kirjito Pr, mereka membangun misi penyelamatan alam, yakni dengan membentuk sebuah tim yang disebut dengan tim edukasi 'tuk mancur'.
Anggota tim ini bukanlah dari kalangan profesional, melainkan penduduk Dusun Tangkil yang bekerja sebagai petani. Misi penyelamatan tim edukasi tuk mancur berupa pengenalan kepada peserta tentang alam Merapi, sehingga para peserta mampu melihat segala anugerah dari alam ini sekaligus keprihatinan yang ada.
Kegiatan pengenalan dikemas dengan cara live in. Peserta akan tinggal di rumah penduduk dan hidup bersama dengan keluarga- keluarga Dusun Tangkil.
Keesokan harinya peserta diajak untuk menjelajah dengan menggunakan rute sungai berdasarkan kelompok yang telah dibagi beserta pembimbing dari tim tuk mancur. Rute sungai yang dimaksud adalah menyusuri sungai dengan berjalan melawan arah aliran air.
Pada awal penjelajahan peserta akan merasakan kesegaran air yang mengalir dari sumber mata air. Penyusuran sungai dengan melawan arus air, tidak jarang membuat kami harus bekerja keras dan menjaga kekompakan satu sama lain. Pasalnya, ada beberapa medan yang memerlukan kerja sama untuk melaluinya, yakni dua tebing dengan aliran air setinggi lebih kurang 1,5 meter.
Perjuangan itu menjadi sesuatu yang menantang dan menyenangkan. Kami harus berusaha keras untuk meraih sesuatu. Tidak ada hal yang terlalu sulit jika dikerjakan bersama-sama.
Setelah melalui sungai yang begitu panjang dan deras alirannya, kami berkeliling melihat kekayaan alam yang sangat menakjubkan yaitu Pedhotan Sewu.
Pedhotan Sewu adalah sebuah lorong bertebing di sisinya yang memiliki fungsi untuk memperlancar aliran air. Konon, Pedhotan Sewu berasal dari sebuah batu besar dan dibelah nenek moyang dengan alat seadanya dan sederhana. Peninggalan ini menunjukkan betapa besar perjuangan dari leluhur untuk melestarikan dan mempertahankan kehidupan dengan air.
Berbagai keindahan telah kami saksikan di sepanjang penjelajahan, kini perasaan berganti menjadi prihatin. Keprihatinan ini muncul karena melihat bongkahan batu tersebar di mana-mana dan sungai yang telah kering.
Kerusakan itu karena penambangan liar segelintir orang yang menggunakan alat-alat berat. Sumber daya alam di sekitar lereng Merapi cepat habis karena diambil terus-menerus dalam jumlah yang besar.
Hal ini sebuah keprihatinan bersama sekaligus tugas sebagai remaja untuk mampu melihat dan memberikan empati yang lebih dengan menawarkan cara-cara untuk menanggulangi kerusakan alam.
Akhir penjelajahan adalah makan nasi doa. Nasi doa adalah menu makanan lauk beserta nasi organik yang cara penanamannya tidak memakai bahan kimia apa pun. Tentu hal ini tidaklah mudah dan tingkat keberhasilannya cukup kecil, tetapi rasa yang dihasilkan berbeda dengan nasi biasa. Dari sini terlihat jelas jasa petani yang begitu besar dalam menyediakan bahan pangan.
Jika kalian tertarik, datang saja ke Dusun Tangkil, tepatnya di Muntilan. Di sana kalian akan benar-benar merasakan kesatuan dengan alam dan menambah rasa kecintaan akan alam ini melalui berbagai hal yang diberikan tim edukasi tuk mancur. Warga akan menyambut kalian dengan ramah dan suka cita, begitu pula dengan alam lereng Merapi. (Dictus/SMA Seminari Mertoyudan)
0 komentar:
Posting Komentar